Sabtu, 16 Oktober 2010

Resume Film Inside Job


Film ini bercerita mengenai bagaimana krisis ekonomi global di tahun 2008 dapat terjadi. Film ini mengawali topik utamanya, yaitu krisis global, dengan kasus yang serupa yang terjadi di iceland, Kasus ini dimulai dari pemerintah Iceland yang melakukan deregulasi pada kebijakan ekonominya. Salah satu kebijakannya adalah memprivatisasi 3 bank terbesar disana. Bank tersebut kemudian meminjam 120 million dollars, wepuluh kali lipat GDP negara tersebut. Pinjaman tersebut merupakan pinjaman yang ditujukan oleh seorang jutawan kaya yang memiliki usaha dibidang properti. setelah harga properti meningkat lebih dari dua kali lipat dan harga saham perusahaannya meningkat 9 kali lipat, perekonomian Iceland akhirnya hancur karena gagal bayar hutang dan economic bubble yang tidak terkendali. Kasus ini emrupakan kasus yang tepat yang merepresentasikan apa yang sedang terjadi pada perekonomian dunia di tahun 2008.

Selama 40 tahun sejak great depression di US, US belum pernah sekalipun mengalami krisis. Hal ini disebabkan oleh karena institusi keuangan yang diatur ketat oleh regulasi. Bank atau institusi keuangan lainnya dilarang untuk terlibat dalam transaksi yang spekulatif. Contohnya, konsep investment banking di era 70-an. Setiap partner menanamnkan uangnya dalam jumlah besar dan mereka sangat konservatif dan berhati-hati untuk menginvestasikan uangnya. Namun hal tersebut berubah sejak adanya deregulasi di sektor keuangan yang menyebabkan banyak institusi keuangan yang go public sehingga investment banking mengelola banyak dana dari masyarakat. Hal ini menjadi moral hazard bagi investment bank agar masuk ke transaksi yang spekulatif. Deregulasi ini diduga terjadi karena pengangkatan Donald Reagan, CEO dari Merryl Linch, Investment Bank terkemuka saat itu, menjadi treasury secretary.

Salah satu deregulasi sektor keuangan adalah memperbolehkan bank untuk mengelola dana nasabahnya di transaksi yang beresiko. Deregulasi sektor keuangan dilanjutkan oleh Alan Greenspan, seorang akademisi terkemuka di bidang ekonomi yang pernah terlibat kasus penyalahgunaan uang nasabah yang sempat membuat rugi negara sekitar 127 juta dollar, Robert Rubin yang menjabat sebagai treasury secretaries yang merupakan CEO dari investment bank “Goldman Sachs”, dan Larry Summers, seorang profesor ekonomi dari Harvard. Dari latar belakang orang-orang ini dapat kita lihat bahwa adanya kemungkinan kepentingan-kepentingan khusus masuk ke peraturan-peraturan di sektor keuangan.

Pada akhir tahun 1990, sektor keuangan dibagi-bagi perannya menjadi beberapa perusahaan raksasa yang dimana jika salah satu dari mereka mengalami kesulitan keuangan, maka ekonomi secara keseluruhan akan ikut kesulitan. Bahkan, hal ini diperburuk dengan adanya merger antara citicorp dan traveler yang diprakarsai oleh treasury administration di tahun 1998. Merger tersebut memungkinkan institusi keuangan tersebut menaruh dana nasabahnya ke sebuah investasi beresiko, dimana hal ini sebenarnya melanggar hukum yang telah dibuat setelah great deprresion, yaitu “Glass-Steagal Act”. Namun, hal ini dilegalkan dengan meloloskan “Gramm-Leach-Billey Act” sebagai pengganti “Glass-Steagal Act”.
Bank-bank yang sangat besar ini dapat menghimpun dana nasabah yang sangat banyak, sehingga memungkinkan mereka untuk menggerakan pasar modal & keuangan sesuai dengan keinginan mereka. selain itu mereka tidak khawatir jika mengalami kesulitan keuangan karena semakin besar suatu bank, maka semakin besar kemungkinan mereka untuk ditolong pemerintah jika kesulitan keuangan.

Sejak deregulasi di sektor keuangan dimulai, banyak kasus white-collar criminals yang terjadi secara terus menerus. Hal ini diperburuk dengan dikembangkannya suatu produk finansial rumit yang kita sebut sebagai derivative. Investment Banks meng klaim bahwa derivatif membuat sektor keuangan menjadi lebih aman. Namun pada kenyataannya, derivatif membuat pasar menjadi tidak stabil. Derivatif memungkinkan investment banking “bertaruh” pada apapun untuk mendapatkan keuntungan yang berlebih. Investment banking menolak adanya regulasi di pasar berjangka. Penolakan ini dimungkinkan untuk direalisasikan mengingat banyaknya CEO dari investment banking yang memiliki jabatan penting di kepemerintahan.
Derivatif mangalami perkembangan pesat, ditandai dengan munculnya CDO (Colleteral Debt Obligation), yaitu kumpulan dari hutang-hutang jangka panjang seperti kredit rumah, kredit pendidikan, dan lainnya dan kemudian dibentuk menjadi instrumen keuangan berjenis “futures”. Dengan adanya CDO, institusi keuangan mengalami moral hazard dimana mereka bisa saja menerima kredit-kredit yang sebenarnya besar kemungkinannya bagi peminjam untuk gagal bayar. Hal ini disebabkan karena resiko gagal bayar tidak lagi berada pada institusi keuangan, namun pada investor yang membeli CDO tersebut.

CDO merupakan instrumen keuangan yang beresiko tinggi dengan kemungkinan gagal bayar yang tinggi pula. Namun, para institusi pemberi rating, seperti standard & poor, memberi rating AAA pada CDO sehingga banyak yang percaya bahwa CDO merupakan instrumen keuangan yang beresiko kecil. Terlebih lagi, investment bank lebih suka menjual CDO yang dibentuk dari Subprime mortgage loan, yaitu pinjaman yang beresiko tinggi yang memiliki kemungkinan besar gagal bayar, karena memberikan pendapatan bunga yang lebih tinggi.

Subprime loan kebanyakan datang dari kredit pembelian rumah dimana kredit tersebut memungkinkan orang yang tidak memiliki pekerjaan untuk melakukan kredit rumah. Kemudahan subprime loans ini akhirnya memicu kenaikan harga rumah secara tidak wajar, yaitu mencapai 194% di akhir tahun 2007, karena semua orang bisa membeli rumah. Meningkatnya pembelian subprime loans menyebabkan kenaikan profit secara tak wajar pada institusi keuangan dan institusi terkait lainnya.

Housing bubble diperparah dengan tidak diaturnya kredit rumah dan kebijakan SEC yang memperbolehkan bank memiliki rasio leverage yang lebih besar, sehingga memungkinkan investment bank untuk berspekulasi dengan dana lebih besar lagi. Selain penjualan CDO, ada masalah lain yang dilakukan oleh institusi keuangan lainnya, yaitu penerbitan credit default swap oleh AIG. credit default swap adalah semacam produk asuransi untuk CDO yang gagal bayar. Namun, berbeda dengan asuransi lainnya, spekulan yang bahkan tidak memiliki rumah sekalipun bisa saja membeli produk asuransi tersebut.

Kekalutan yang diciptakan oleh karena pengembangan instrumen keuangan ini disetujui oleh Rajan melalui papernya yang berjudul “Has Financial Development Made the World Riskier?”. Rajan berargumen bahwa pemberian bonus bedasarkan profit jangka pendek tanpa tindak lanjut dari kerugian yang mungkin menyertainya dikemudian hari turut andil dalam kebangkrutan bank-bank yang dapat memicu krisis global secara keseluruhan. 

Tidak ada komentar: