Pemegang
saham Bank Century yang sebelumnya hampir dinyatakan bangkrut menghadapi
masalah yaitu nilai saham yang mereka miliki dianggap hangus karena asset
mereka yang menunjukan angka minus dan kemudian dilakukan Bail-out dalam jumlah
oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sehingga kepemilikan saham publik dianggap
tidak signifikan. Keputusan sepihak LPS
ini menentang OECD principle mengenai “The
Rights of Shareholders andKey Ownership Functions”, pada poin B, yaitu :
“Shareholders should have
the right to participate in, and to be sufficiently informed on, decisions
concerning fundamental corporate changes such as: 1) amendments to the
statutes, or articles of incorporation or similar governing documents of the
company; 2) the authorisation of additional shares; and 3) extraordinary
transactions, including the transfer of all or substantially all assets, that
in effect result in the sale of the company.”
Dari paragraf tersebut dapat kita simpulkan bahwa seharusnya para pemegang
saham Bank Century tetap memiliki hak milik. Terlebih lagi, para pemegang saham
seharusnya bisa berpartisipasi dan turut menentukan adanya tambahan modal dari
LPS dan transaksi yang luar biasa yaitu penambahan modal dalam jumlah besar
dari LPS.
Pada Poin E, bahkan lebih ditekankan lagi bahwa pemegang saham seharusnya
memiliki hak untuk mengetahui dan terlibat atas segala penggabungan usaha,
penjualan aset-aset perusahaan secara substansial, dan akuisisi, seperti yang
dilakukan oleh LPS. berikut paragrafnya :
“The rules and procedures
governing the acquisition of corporate control in the capital markets, and
extraordinary transactions such as mergers, and sales of substantial portions
of corporate assets, should be clearly articulated and disclosed so that
investors understand their rights and recourse. Transactions
should occur at transparent
prices and under fair conditions that protect the rights of all shareholders
according to their class.”
Perlindungan
pemegang saham yang rendah pada Bank Century salah satunya diakibatkan oleh
struktur bank itu sendiri yang berbentuk piramid. Bentuk
kepemilikan seperti ini membuat proporsi kepemilikan pemegang saham publik
menjadi kecil. Selain itu, sering terjadi Agency Problem antara kepentingan
pemegang saham minoritas (dalam hal ini pemegang saham publik) dengan
kepentingan pemegang saham mayoritas (dalam hal ini pihak keluarga atau
institusi tertentu seperti LPS). Konflik kepentingan ini akan berujung kepada
pihak mayoritas yang memiliki klaim atas keuntungan dan kontrol perusahaan yang
membesar, lebih besar daripada yang seharusnya. Hal ini semakin menjepit posisi
pemegang saham publik selaku pihak minoritas, sehingga tidak mengherankan jika
perlindungan atas pemegang saham publik sangatlah rendah.
Hal ini membuat
investor menilai sahamnya dengan harga yang sangat rendah. Hal ini terbukti
dari harga saham Bank Century sejak IPO sampai sekarang hanya berkisar antara
Rp.1 – 100. Saham dengan harga seperti ini disebut juga penny stock atau di Indonesia terkenal dengan istilah saham gorengan. Istilah tersebut juga
menggambarkan bahwa saham tersebut tidak dipercaya oleh investor dan hanya
dibeli dengan tujuan spekulasi.
Hal lain yang
menjadi perhatian dalam perusahaan dengan struktur kepemilikan berbentuk
piramid adalah adanya konsentrasi kekuatan kepemilikan. Selain itu, perusahaan
dengan struktur kepemilikan seperti ini cenderung diminati oleh politisi korup.
Morck dan Yeung (2003) menemukan bahwa perusahaan dengan struktur kepemilikan
piramid memungkinkan adanya aliran uang keluar masuk tanpa diketahui pihak lainnya
yang disebut sebagai “tunneling”. Perusahaan dengan struktur piramid biasanya
dimiliki oleh satu keluarga yang sangat kaya dan beberapa perusahaan penting di
negara tersebut. Dengan menjalin hubungan dengan pihak-pihak tertentu yang
memiliki perusahaan ini, seorang politisi mendapatkan sumber dana untuk
kepentingannya dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar