Rabu, 17 Desember 2008

Pendidikan Dasar dan Menengah di Daerah Perbatasan

Pendidikan Dasar dan Menengah di Daerah” merupakan sebuah wacana yang menceritakan sebuah kondisi pendidikan dasar dan menengah di daerah perbatasan. Dalam wacana tersebut, diberikan dua buah contoh daerah, yaitu Kabupaten Maringin-Provinsi Jambi dan Kabupaten Sangihe. Di Kabupaten Maringin, terjadi pemogokan oleh para guru karena demonstrasi mereka tidak ditanggapi. Demonstrasi tersebut disebabkan oleh pengurangan anggaran pendidikan dari sekitar 6,8% pada tahun 2007 menjadi sekitar 4,57% pada tahun 2008. Sementara itu, di Kabupaten Sangihe, banyak guru yang kabur dari tugas-tugas mereka. Hal ini menyebabkan kurangnya guru yang mengajar di sekolah-sekolah dalam wilayah kabupaten tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat terlihat bahwa wacana “Pendidikan Dasar dan Menengah di Daerah” menceritakan tentang buruknya kondisi pendidikan di daerah perbatasan.

Menurut Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Selain itu, dalam ayat berikutnya, disebutkan juga bahwa pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

Berdasarkan sumber informasi yang lain, pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan awal selama sembilan tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Di akhir masa pendidikan dasar selama enam tahun pertama (SD/MI), para siswa harus mengikuti dan lulus dari Ujian Nasional (UN) untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat selanjutnya (SMP/MTs) dengan lama pendidikan tiga tahun. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan dasar tersebut terdiri dari Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Program Paket A, Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Program Paket B, serta Pendidikan diniyah dasar dan menengah pertama.

Dalam Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tersebut, disebutkan bahwa pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Dalam ayat 2, disebutkan bahwa pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Selain itu, dalam ayat berikutnya, disebutkan pula bahwa pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Berdasarkan sumber informasi yang lain, pendidikan menengah (sebelumnya dikenal dengan sebutan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) adalah jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kerjuruan. Pendidikan menengah umum diselenggarakan oleh Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Madrasah Aliyah (MA). Pendidikan menengah umum dikelompokkan dalam program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar lebih lanjut di perguruan tinggi dan hidup di dalam masyarakat. Pendidikan menengah umum terdiri atas tiga tingkat. Pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Pendidikan menengah kejuruan dikelompokkan dalam bidang kejuruan didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dunia industri, ketenagakerjaan baik secara nasional, regional maupun global, kecuali untuk program kejuruan yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian warisan budaya. Pendidikan menengah kejuruan terdiri atas tiga tingkat, dapat juga terdiri atas empat tingkat sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan menengah yang lain di antaranya Program paket C dan Pendidikan diniyah menengah atas.

Sementara itu, perbatasan negara merupakan sebuah ruang geografis yang sejak awal telah menjadi wilayah perebutan kekuasaan antarnegara, yang terutama ditandai oleh adanya pertarungan untuk memperluas batas-batas antarnegara. Pada awalnya, batas-batas teritorial dari suatu negara merupakan refleksi dari batas-batas geografis sebuah etnik tertentu. Perkembangan selanjutnya dari suatu bangsa memperlihatkan bahwa kesamaan cita-cita, yang tidak jarang bersifat lintas etnik, lebih mengemuka sebagai dasar dari eksistansi sebuah negara. Perbatasan sebuah negara dalam konteks tersebut menunjukkan kompleksitas tersendiri yang memperlihatkan bahwa batas negara tidak hanya membelah etnisitas yang berbeda, tetapi juga membelah etnik yang sama karena sejarah kebangsaan yang berbeda oleh warga etnis yang sama.

III. Penutup

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi pendidikan dasar dan menengah di daerah perbatasan seperti yang dicontohkan dalam wacana “Pendidikan Dasar dan Menengah di Daerah” merupakan akibat dari kondisi daerah perbatasan itu sendiri. Daerah perbatasan memiliki sebuah kondisi yang kurang mendukung dalam pengembangan kualitas pendidikan. Kondisi yang menghambat pengembangan tersebut antara lain kondisi ekonomi, kondisi keamanan lingkungan, dan kondisi politik yang dirasa kurang baik. Oleh karena itu, saya mengambil sebuah solusi terhadap permasalahan di atas. Solusi yang saya pilih adalah perbaikan kondisi-kondisi yang dapat menghambat pengembangan pendidikan dasar dan menengah di daerah perbatasan tersebut.

Tidak ada komentar: