Senin, 25 Oktober 2010

Masalah Spesifik Kepengurusan Perusahaan di Asia


A. Afiliasi Grup
Bussiness Group merupakan bentuk organisasi bisnis yang cukup banyak ditemukan di Asia. Yang dimaksud Grup disini adalah beberapa perusahaan yang saling terkait kepemilikannya antara satu sama lain sebagai hasil dari kepemilikan saham. pembentukan grup merupakan salah satu taktik penghindaran resiko, karena dengan adanya grup bisnis, lini bisnis dari perusahaan tersebut menjadi terdiversifikasi. terdapat hubungan positif antara kinerja perusahaan dengan adanya afiliasi grup, seperti yang ditemukan oleh Khanna dan Palepu melalui penelitiannya atas grup bisnis di India. Namun, tidak selamanya bentuk grup bisnis itu menguntungkan. grup bisnis bisa jadi merugikan karena adanya agency problem. seperti yang ditemukan oleh Betrand pada tahun 2002 di grup bisnis india, bahwa terdapat diskriminasi sumber daya antara pihak yang dominan dan kepemilikan minoritas. grup bisnis berkembang pesat di negara yang hukumnya belum berjalan dengan baik dan pengembangan institusi keuangannya lambat.

B. Diversifikasi
Perusahaan-perusahaan di Asia terkenal banyak yang melakukan diversifikasi lini bisnisnya. apakah strategi ini benar-benar menguntungkan? Khanna dan Palepu menemukan bahwa di negara dengan emerging market, strategi ini menguntungkan. selain itu di negara berkembang, pasar eksternal pembangunannya sangat kurang dan tidak dapat mengalokasikan sumber daya secara efisien, sehingga lebih menguntungkan jika menciptakan pasar internal. namun walaupun begitu, perusahaan yang melakukan diversifikasi justru berkinerja lebih buruk saat krisis dibandingan perusahaan yang fokus. hal ini diduga karena adanya agency problem di dalam tubuh perusahaan terdiversifikasi.

C. Transparansi dan Pengungkapan Keuangan
perusahaan publik di Asia umumnya memiliki tingkat transparansi dan pengungkapan informasi keuangan yang rendah. hal ini mungkin merupakan dampak dari kepengurusan perusahaan yang rendah. seperti yang ditemukan oleh fan dan wong di tahun 2002. mereka berpendapat bahwa transparansi yang rendah disebabkan oleh adanya agency problem dan transaksi yang didasarkan hubungan istimewa. tingkat transparansi dapat ditingkatkan dengan pengadopsian standar akuntansi internasional.

D. Krisis Keuangan Asia
Studi yang dilakukan oleh Rajan dan Zingales di tahun 1998 menunjukan bahwa sistem keuangan yang didasarkan oleh hubungan khusus bekerja dengan baik ketika di negara tersebut penegakan kontraknya lemah dan terdapat kelangkaan modal. namun, sistem keuangan seperti ini cenderung rentan terhadap krisis. hal senada juga ditemukan oleh Jhonson di tahun 2000 yang menemukan bahwa negara dengan penegakan corporate governance yang lemah merupakan faktor kunci dari anjloknya bursa saham ketika krisis di tahun 1997-an. mereka berpendapat bahwa hal tersebut mempengaruhi kepercayaan diri investor sehingga mereka lebih sensitif terhadap berita negatif.

E. Struktur Keuangan dan Peran dari Bank
Titman di tahun 2001 menemukan bahwa perusahaan di negara-negara yang kurang berkembang di Asia mengandalkan pasar modal dalam membiayai proyek bisnisnya. mereka berpendapat bahwa hal ini terjadi karena kebutuhan modal mereka melebihi dari yang dapat dihasilkan dari sesama internal perusahaan. selain itu, peran dari kontrol keluarga juga dianggap menjadi faktor yang mempengaruhi dari kondisi ini. pinjam-meminjam dari bank dengan hubungan khusus merupakan pilihan keuangan yang cukup menarik di negara-negara asia karena kecil kemungkinannya bagi pihak-pihak yang terkait dalam kontrak pinjam meminjam tersebut mendapatkan informasi yang asimetris, jika dibandingkan dengan bank biasa. namun dengan adanya hubungan khusus dengan bank seperti ini akan menyebabkan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan modal dan penegakan aturan batas peminjaman. pemerintah di negara-negara Asia biasanya memiliki yang dapat mempengaruhi kebijakan peminjaman.

Sabtu, 16 Oktober 2010

Kasus Bank Century dan tata kelola Perusahaan


Pemegang saham Bank Century yang sebelumnya hampir dinyatakan bangkrut menghadapi masalah yaitu nilai saham yang mereka miliki dianggap hangus karena asset mereka yang menunjukan angka minus dan kemudian dilakukan Bail-out dalam jumlah oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sehingga kepemilikan saham publik dianggap tidak signifikan.  Keputusan sepihak LPS ini menentang OECD principle mengenai  “The Rights of Shareholders andKey Ownership Functions”,  pada poin B, yaitu :

“Shareholders should have the right to participate in, and to be sufficiently informed on, decisions concerning fundamental corporate changes such as: 1) amendments to the statutes, or articles of incorporation or similar governing documents of the company; 2) the authorisation of additional shares; and 3) extraordinary transactions, including the transfer of all or substantially all assets, that in effect result in the sale of the company.”

Dari paragraf tersebut dapat kita simpulkan bahwa seharusnya para pemegang saham Bank Century tetap memiliki hak milik. Terlebih lagi, para pemegang saham seharusnya bisa berpartisipasi dan turut menentukan adanya tambahan modal dari LPS dan transaksi yang luar biasa yaitu penambahan modal dalam jumlah besar dari LPS.

Pada Poin E, bahkan lebih ditekankan lagi bahwa pemegang saham seharusnya memiliki hak untuk mengetahui dan terlibat atas segala penggabungan usaha, penjualan aset-aset perusahaan secara substansial, dan akuisisi, seperti yang dilakukan oleh LPS. berikut paragrafnya :

“The rules and procedures governing the acquisition of corporate control in the capital markets, and extraordinary transactions such as mergers, and sales of substantial portions of corporate assets, should be clearly articulated and disclosed so that investors understand their rights and recourse. Transactions
should occur at transparent prices and under fair conditions that protect the rights of all shareholders according to their class.”

Perlindungan pemegang saham yang rendah pada Bank Century salah satunya diakibatkan oleh struktur bank itu sendiri yang berbentuk piramid. Bentuk kepemilikan seperti ini membuat proporsi kepemilikan pemegang saham publik menjadi kecil. Selain itu, sering terjadi Agency Problem antara kepentingan pemegang saham minoritas (dalam hal ini pemegang saham publik) dengan kepentingan pemegang saham mayoritas (dalam hal ini pihak keluarga atau institusi tertentu seperti LPS). Konflik kepentingan ini akan berujung kepada pihak mayoritas yang memiliki klaim atas keuntungan dan kontrol perusahaan yang membesar, lebih besar daripada yang seharusnya. Hal ini semakin menjepit posisi pemegang saham publik selaku pihak minoritas, sehingga tidak mengherankan jika perlindungan atas pemegang saham publik sangatlah rendah.

Hal ini membuat investor menilai sahamnya dengan harga yang sangat rendah. Hal ini terbukti dari harga saham Bank Century sejak IPO sampai sekarang hanya berkisar antara Rp.1 – 100. Saham dengan harga seperti ini disebut juga penny stock atau di Indonesia terkenal dengan istilah saham gorengan. Istilah tersebut juga menggambarkan bahwa saham tersebut tidak dipercaya oleh investor dan hanya dibeli dengan tujuan spekulasi.

Hal lain yang menjadi perhatian dalam perusahaan dengan struktur kepemilikan berbentuk piramid adalah adanya konsentrasi kekuatan kepemilikan. Selain itu, perusahaan dengan struktur kepemilikan seperti ini cenderung diminati oleh politisi korup. Morck dan Yeung (2003) menemukan bahwa perusahaan dengan struktur kepemilikan piramid memungkinkan adanya aliran uang keluar masuk tanpa diketahui pihak lainnya yang disebut sebagai “tunneling”. Perusahaan dengan struktur piramid biasanya dimiliki oleh satu keluarga yang sangat kaya dan beberapa perusahaan penting di negara tersebut. Dengan menjalin hubungan dengan pihak-pihak tertentu yang memiliki perusahaan ini, seorang politisi mendapatkan sumber dana untuk kepentingannya dirinya sendiri.

Resume Film Inside Job


Film ini bercerita mengenai bagaimana krisis ekonomi global di tahun 2008 dapat terjadi. Film ini mengawali topik utamanya, yaitu krisis global, dengan kasus yang serupa yang terjadi di iceland, Kasus ini dimulai dari pemerintah Iceland yang melakukan deregulasi pada kebijakan ekonominya. Salah satu kebijakannya adalah memprivatisasi 3 bank terbesar disana. Bank tersebut kemudian meminjam 120 million dollars, wepuluh kali lipat GDP negara tersebut. Pinjaman tersebut merupakan pinjaman yang ditujukan oleh seorang jutawan kaya yang memiliki usaha dibidang properti. setelah harga properti meningkat lebih dari dua kali lipat dan harga saham perusahaannya meningkat 9 kali lipat, perekonomian Iceland akhirnya hancur karena gagal bayar hutang dan economic bubble yang tidak terkendali. Kasus ini emrupakan kasus yang tepat yang merepresentasikan apa yang sedang terjadi pada perekonomian dunia di tahun 2008.

Selama 40 tahun sejak great depression di US, US belum pernah sekalipun mengalami krisis. Hal ini disebabkan oleh karena institusi keuangan yang diatur ketat oleh regulasi. Bank atau institusi keuangan lainnya dilarang untuk terlibat dalam transaksi yang spekulatif. Contohnya, konsep investment banking di era 70-an. Setiap partner menanamnkan uangnya dalam jumlah besar dan mereka sangat konservatif dan berhati-hati untuk menginvestasikan uangnya. Namun hal tersebut berubah sejak adanya deregulasi di sektor keuangan yang menyebabkan banyak institusi keuangan yang go public sehingga investment banking mengelola banyak dana dari masyarakat. Hal ini menjadi moral hazard bagi investment bank agar masuk ke transaksi yang spekulatif. Deregulasi ini diduga terjadi karena pengangkatan Donald Reagan, CEO dari Merryl Linch, Investment Bank terkemuka saat itu, menjadi treasury secretary.

Salah satu deregulasi sektor keuangan adalah memperbolehkan bank untuk mengelola dana nasabahnya di transaksi yang beresiko. Deregulasi sektor keuangan dilanjutkan oleh Alan Greenspan, seorang akademisi terkemuka di bidang ekonomi yang pernah terlibat kasus penyalahgunaan uang nasabah yang sempat membuat rugi negara sekitar 127 juta dollar, Robert Rubin yang menjabat sebagai treasury secretaries yang merupakan CEO dari investment bank “Goldman Sachs”, dan Larry Summers, seorang profesor ekonomi dari Harvard. Dari latar belakang orang-orang ini dapat kita lihat bahwa adanya kemungkinan kepentingan-kepentingan khusus masuk ke peraturan-peraturan di sektor keuangan.

Pada akhir tahun 1990, sektor keuangan dibagi-bagi perannya menjadi beberapa perusahaan raksasa yang dimana jika salah satu dari mereka mengalami kesulitan keuangan, maka ekonomi secara keseluruhan akan ikut kesulitan. Bahkan, hal ini diperburuk dengan adanya merger antara citicorp dan traveler yang diprakarsai oleh treasury administration di tahun 1998. Merger tersebut memungkinkan institusi keuangan tersebut menaruh dana nasabahnya ke sebuah investasi beresiko, dimana hal ini sebenarnya melanggar hukum yang telah dibuat setelah great deprresion, yaitu “Glass-Steagal Act”. Namun, hal ini dilegalkan dengan meloloskan “Gramm-Leach-Billey Act” sebagai pengganti “Glass-Steagal Act”.
Bank-bank yang sangat besar ini dapat menghimpun dana nasabah yang sangat banyak, sehingga memungkinkan mereka untuk menggerakan pasar modal & keuangan sesuai dengan keinginan mereka. selain itu mereka tidak khawatir jika mengalami kesulitan keuangan karena semakin besar suatu bank, maka semakin besar kemungkinan mereka untuk ditolong pemerintah jika kesulitan keuangan.

Sejak deregulasi di sektor keuangan dimulai, banyak kasus white-collar criminals yang terjadi secara terus menerus. Hal ini diperburuk dengan dikembangkannya suatu produk finansial rumit yang kita sebut sebagai derivative. Investment Banks meng klaim bahwa derivatif membuat sektor keuangan menjadi lebih aman. Namun pada kenyataannya, derivatif membuat pasar menjadi tidak stabil. Derivatif memungkinkan investment banking “bertaruh” pada apapun untuk mendapatkan keuntungan yang berlebih. Investment banking menolak adanya regulasi di pasar berjangka. Penolakan ini dimungkinkan untuk direalisasikan mengingat banyaknya CEO dari investment banking yang memiliki jabatan penting di kepemerintahan.
Derivatif mangalami perkembangan pesat, ditandai dengan munculnya CDO (Colleteral Debt Obligation), yaitu kumpulan dari hutang-hutang jangka panjang seperti kredit rumah, kredit pendidikan, dan lainnya dan kemudian dibentuk menjadi instrumen keuangan berjenis “futures”. Dengan adanya CDO, institusi keuangan mengalami moral hazard dimana mereka bisa saja menerima kredit-kredit yang sebenarnya besar kemungkinannya bagi peminjam untuk gagal bayar. Hal ini disebabkan karena resiko gagal bayar tidak lagi berada pada institusi keuangan, namun pada investor yang membeli CDO tersebut.

CDO merupakan instrumen keuangan yang beresiko tinggi dengan kemungkinan gagal bayar yang tinggi pula. Namun, para institusi pemberi rating, seperti standard & poor, memberi rating AAA pada CDO sehingga banyak yang percaya bahwa CDO merupakan instrumen keuangan yang beresiko kecil. Terlebih lagi, investment bank lebih suka menjual CDO yang dibentuk dari Subprime mortgage loan, yaitu pinjaman yang beresiko tinggi yang memiliki kemungkinan besar gagal bayar, karena memberikan pendapatan bunga yang lebih tinggi.

Subprime loan kebanyakan datang dari kredit pembelian rumah dimana kredit tersebut memungkinkan orang yang tidak memiliki pekerjaan untuk melakukan kredit rumah. Kemudahan subprime loans ini akhirnya memicu kenaikan harga rumah secara tidak wajar, yaitu mencapai 194% di akhir tahun 2007, karena semua orang bisa membeli rumah. Meningkatnya pembelian subprime loans menyebabkan kenaikan profit secara tak wajar pada institusi keuangan dan institusi terkait lainnya.

Housing bubble diperparah dengan tidak diaturnya kredit rumah dan kebijakan SEC yang memperbolehkan bank memiliki rasio leverage yang lebih besar, sehingga memungkinkan investment bank untuk berspekulasi dengan dana lebih besar lagi. Selain penjualan CDO, ada masalah lain yang dilakukan oleh institusi keuangan lainnya, yaitu penerbitan credit default swap oleh AIG. credit default swap adalah semacam produk asuransi untuk CDO yang gagal bayar. Namun, berbeda dengan asuransi lainnya, spekulan yang bahkan tidak memiliki rumah sekalipun bisa saja membeli produk asuransi tersebut.

Kekalutan yang diciptakan oleh karena pengembangan instrumen keuangan ini disetujui oleh Rajan melalui papernya yang berjudul “Has Financial Development Made the World Riskier?”. Rajan berargumen bahwa pemberian bonus bedasarkan profit jangka pendek tanpa tindak lanjut dari kerugian yang mungkin menyertainya dikemudian hari turut andil dalam kebangkrutan bank-bank yang dapat memicu krisis global secara keseluruhan. 

Tujuan adanya kode bukanlah untuk menentukan perilaku perusahaan secara detail tetapi pada dasanya untuk melakukan disclosure sehingga para investor dan yang lainnya dapat menilai kinerja perusahaan dan praktek tata kelola  serta merespon informasi itu.
Pengungkapan yang efektif harus menyediakan detail pendekatan perusahaan kepada CG dan juga sistem yang berlaku. Tidak hanya memberikan penjelasan mengapa dan bagaimana praktek CG itu sejalan dengan pedoman yang disarankan, tetapi penting juga untuk memberikan diskusi untuk memberikan alasan mengapa praktek CG tidak sesuai dengan pedoman yang diberikan, serta mengapa pedoman itu tidak bisa digunakan untuk praktek CG perusahaan. Pengungkapan ini harus dikomunikasikan kepada shareholders agar investor dapat memperoleh nilai tambah dari perusahaan tersebut.
Terdapat enam communication plan yang digunakan agar investor dapat lebih memahami proses CG perusahaan:
1.      Simplicity: bahasa yang digunakan dapat berupa legalistic dan technical, sederhana tetapi tidak terlalu dipersingkat, selama rincian atau kalimat penting tidak dihilangkan.
2.      Brevity (keringkasan): merangkum isi tetapi tetap waspada terhadap informasi penting, agar tidak dihilangkan dari isi laporan.
3.      Clarity (kejelasan): laporan harus mudah untuk dibaca da dipahami serta tidak ada multi tafsir.
4.      Relevance:  memberikan pengetahuan, bukan memberikan kebingungan.
5.      A human touch: menyediakan sebuah pemikiran bahwa laporan tersebut bukan kegiatan impersonal tetapi lebih kepada usaha untuk berkomunikasi secara tulus dan jujur.
6.      What is your message: memastikan bahwa pesan yang dimaksud tidak kehilangan kejelasannya

ICGN Principle

            Dalam mendasari semua untuk membentuk CG, maka dibentuklah sebuah dasar atau pedoman yang dapat mengantarkan perusahaan untuk menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Pedoman ini disusun oleh International Corporate Governance Network (ICGN) pada 9 Juli 1999. Dalam pedoman tersebut terdapat 10 kriteria yang harus dipenuhi untuk memiliki tata kelola perusahaan yang baik, di antaranya adalah: Tujuan Perusahaan; Komunikasi dan Pelaporan; Hak Voting;  Dewan Eksekutif; Remunerasi Perusahaan; Fokus Strategi; Kinerja Operasi; Return Pemegang Saham; Corporate citizenship; serta Implementasi CG.
ICGN membuat asumsi kritikal terhadap beberapa masalah terkait dengan hak pemegang saham, perlakuan yang sama antar pemegang saham, serta peranan pemegang saham dalam CG.

Ada lima faktor untuk mengatasi ketika mempertimbangkan hak yang dimiliki pemegang saham:
  1. 1.      Shareholders berhak untuk dikonsultasikan sebelum dilakukan perubahan besar dalam tujuan strategik perusahaan, karena ini akan berdampak pada risiko bisnis perusahaan.
  2. 2.      Shareholders harus memilik akses yang bagus untuk dapat melepas hak votingnya.
  3. 3.      Hasil voting harus didisclosed tepat waktu.
  4. 4.      Perbedaan yang timbul dari sistem “one share one vote” harus didisclosed dan dibenarkan.
  5. 5.      Tugas untuk vote adalah kewajiban fidusia bagi pemegang saham institusional.


National Committee for Corporate Governance


The National Committee for Corporate Governance (NCCG) melingkupi aspek-aspek corporate good governance yang menganggap penting akan hukum dan peraturan yang berlaku, namun, aspek lain dalam prinsip ini adalah tetap mengikuti perkembangan pasar yang sesuai dengan jenis usaha yang dijalankan

Tujuan NCCG
  • 1.      Untuk memaksimalakan corporate dan shareholder value dengan meningkatkan tansparansi, akuntabilitas, responsibility, dan kewajaran (fairness) untuk meguatkan competitive advantage perusahaan dalam skala nasional dan internasional serta meningkatkan iklim investasi
  • 2.      Untuk mendorong manajemen perusahaan agar berlaku professional, jelas, dan efisian, terutama dalam hal independensi Dewan Komisaris,Direksi,dan GMOS
  • 3.      Untuk mendorong shareholder, anggota Dewan komisaris, dan Direksi untuk membuat keputusan dan berlaku sesuai dengan etika(moral) dalam mengekan peraturan yang sesuai dengan hukum yang ditetapkan, selain itu juga menerapkan social responsibility kepada seluruh stakeholder dan keamanan serta kenyamanan lingkungan.

tujuan dari organisasi non-profit


Organisasi Non-Profit.
            Ends dari organisasi non-profit lebih kompleks. Carver berpendapat bahwa organisasi non-profit juga dimiliki oleh banyak pihak, walaupun tidak ditunjukkan dengan sertifikat kepemilikan saham. Untuk memahami konsep Carver, kita harus membedakan antara owner dan beneficiary.

            Ends dari organisasi non-profit berupa dampak dari tujuan organisasi terhadap lingkungan eksternal. Dampak ini menjelaskan kenapa organisasi ada, menguatkan keberadaannya, dan digunakan sebagai kriteria keefektifan dari tujuan atau ends yang dicapai. Proses ini dalam model Carver disebut “establishing Ends policies”. Konsep Carver meliputi :        
  • -          Menentukan siapa penerima/beneficiary dari organisasi
  • -          Dampak, perbedaan, perubahan, keuntungan, atau hasil yang harus diteliti oleh beneficiary
  • -          Biaya untuk memberikan hasil kepada para konsumen, dan tingkat pengembalian yang diharapkan atas aktivitas tersebut.

Untuk mengembangkan Ends yang sesuai, Board harus memulai dari level umum yang paling luas terlebih dahulu, baru kemudian secara bertahap meningkatkan proses dan mempersempit definisi. Meskipun demikian, pernyataan Ends harus mencakup keunikan organisasi, hasil yang dicari untuk kemudian disampaikan kepada konsumen, serta nilai dan prioritas  atas hasil yang dicapai dan kepuasan konsumen.

Apa yang dilakukan manager dalam mengurus organisasi



1.      Mengatasi masalah-masalah di dalam organisasi :
Dengan menggunakan strategic boundaries, manajer dapat mengkomunikasikan untuk memberi tahu para karyawan bahwa strategi lama diasumsikan sudah tidak dapat digunakan kembali.
2.      Mengkomunikasikan isi dari agenda baru yang akan dijalankan :
Dengan mengkomunikasikan misi baru kepada para karyawan akan memperbaharui cara kerja karyawan.
3.      Membangun target serta jangka waktu dalam pengimplementasian :
Dengan mengetahui bahwa sebuah strategi lama ternyata tidak mampu mencapai target yang diinginkan, maka manajer harus memasang target waktu yang bekerja secara cepat dan mengkomunikasikan hal ini untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh perusahaan.
4.Memastikan keberlanjutan perhatian melalui insentive :
   Memberikan berbagai program seperti pemberian bonus apabila ternyata target perusahaan tercapai dengan diterapkannya strategi baru ini. Dengan demikian semua pihak akan memberikan yang terbaik agar target perusahaan dapat tercapai.

Siklus Hidup Organisasi


Stage 1 : Start-Up
Tahap pertaman dalam evolusi organisasi yakni start-up period di mana sebuah usaha sedang antusias mengenai produk atau jasa baru. Yang menjadi tolak ukur disini adalah pertumbuhan pendapatan serta arus kas yang baik agar bisa bertahan. Dalam tahapan ini juga diperlukan karyawan dalam jumlah yang lebih banyak untuk memasarkan produk secara lebih luas. Dalam tahun pertama suatu bisnis, diperlukan sedikit sistem pengendalian yang formal. Meski usaha sekecil apapun, internal kontrol tetap diperlukan untuk memastikan bahwa informasi akuntansi yang dihasilkan dapat dipercaya.

Stage 1I : Rapid Growth
Saat pertumbuhan terus terjadi dan terjadi secara cepat, berbagai cabang dibuka dan berbagai produk baru diluncurkan. Untuk mengurangi berbagai masalah dan terutama untuk meningkatkan efisiensi, manager membuat unit kerja fungsional di masing-masing area cabang. Manajer menetapkan tujuan, budgeting, dan insentif untuk manajer fungsional yang melakukan sistem ini.

Stage I1I : Maturity
Pada tahap ini, bisnis sudah sangat besar, matang dan kompleks. Perusahaan sudah memiliki beberapa divisi dan sudah berkompetisi dalam beberapa produk yang beragam. Dengan demikian perusahaan berusaha untuk mengumpulkan berbagai bisnis berdasarkan produk yang dijual, wilayah atau pelanggan. Jumlah karyawan pun ditambah untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan.



Lever of control dan Perilaku Manusia


Seperti yang kita ketahui bahwa manusia merupakan kunci sukses dari sebuah organisasi. Dengan menemukan, merekrut, melatih dan memotivasi para karyawan, maka perusahaan dapat terus bersaing dalam sebuah pasar yang dinamis untuk mempertahankan competitive advantage yang dimilikinya. Namun perllu diingat bahwa terdapat organizational blocks   yang sudah dibahas pada chapter sebelumnya, yang bisa menghabat kinerja optimal seorang karyawan. Untuk itu Lever of Control bisa digunakan untuk mengatasi organizational blocks  tadi jika para manajer mengetahui dengan jelas asumsi-asumsi yang digunakan mengenai perilaku manusia (human behaviour) di perusahaannya.
Terdapat dua asumsi utama mengenai human behaviour. Dimana Tipe I dan Tipe II sangat berbeda jauh. Tipe I mengasumsikan bahwa manusia itu pekerja keras dan berkomitmen penuh terhadap pekerjaannya serta jujur. Sedangakan pada Tipe II diasumsikan bahwa manusia tidak jujur, pemalas dan berusaha untuk menghindari pekerjaan. Dalam tipe II ini diperlukan monitor dan pengendalian yang hati-hati.
Perusahaan hanya dapat memilih satu dari dua tipe yang tersedia. Dengan pemilihan tipe yang diasumsikan oleh perusahaan ini, maka akan berpengaruh pada control strategy yang akan perusahaan terapkan bagi para karyawannya.

Dalam sebuah modul untuk perilaku manusia, diasumsikan bahwa manusia memiliki keinginan untuk : (1) mendapatkan sesuatu dan berkontribusi (achieve), (2) melakukan sesuatu dengan benar (to do right), (3) untuk menciptakan sesuatu dan berinovasi (to create and innovate).

Penggunaan Lever of Control dalam Strategi


Sebelum membahas mengenai bagaimana levers of control dapat digunakan untuk mengendalikan strategi bisnis suatu perusahaan, maka harus mengetahui terlebih dahulu perbedaan antara intended strategies, emergent strategies, dan realized strategies.

  1. Intended strategies adalah perencanaan-perencanaan yang para manajer coba untuk implementasikan dalam suatu pasar produk tertentu berdasakan pada analisis dinamika kompetitif dan kapabilitas saat ini. Ini adalah strategi yang para manajer ingin capai.
  2.  Emergent strategies adalah strategi-strategi yang muncul secara spontan dalam organisasi karena para karyawan merespon ancaman dan peluang yang tidak dapat diprediksi melalui eksperimentasi dan trial and error. Ini adalah strategi yang tidak direncanakan.
  3. Realized strategy adalah hasil dari kedua aliran yang benar-benar terjadi. Realized strategy adalah kombinasi dari intended strategies yang benar-benar diimplementasikan dan emergent strategies yang tidak direncakan yang terjadi secara spontan

Berikut ini adalah sistem atau lever yang diperkenalkan oleh Robert Simons :

1. Belief systems, digunakan untuk menginspirasi dan mengarahkan pencarian peluang yang baru.
2. Boundary systems, digunakan untuk menetapkan batas-batas pada pencarian peluang.
3. Diagnostic control systems, digunakan untuk memotivasi, memonitor, dan menghargai pencapaian atas sasaran tertentu.
4. Interactive control systems, digunakan untuk menstimulasi pencarian dan pembelajaran. Sistem ini memberikan perhatian pada strategic uncertainties dan memungkinkan strategic renewal.

Kekuatan dari masing-masing sistem yang telah disebutkan di atas dalam omplementasi stratefi tidak terletak pada bagaimana masing-masing sistem digunakan sendiri, namun pada bagaimana mereka saling melengkapi satu sama lain ketika digunakan bersama. Jadi hubungan antara sistem-sistem tersebut bersifat komplementer atau saling melengkapi.

Strategi 4P


  1. Strategy as prespective
Dalam hal ini dimana sebuah perusahaan harus menetapkan misi dari perusahaannya. Kalimat pernyataan misi ini biasanya dinyatakan dalam sebuah kalimat yang padat ringkas dan jelas sehingga mudah dimengerti oleh setiap orang yang membacanya.

  1. Strategy as position
Dimana perusahaan harus memposisikan bisnis yang dijalankannya. Ada dua pertanyaan yang harus mampu dijawab yakni :
·         Bagaimana perusahaan menciptakan nilai bagi para pelangannya
·         Bagaimana perusahaan melakukan diferensiasi produk agar berbeda dengan pesaingnya

  1. Strategy as Plan
Setelah menetapkan misi kemudian memposisikan bisnis kita, maka kita harus menetapkan apa sebenarnya tujuan yang perusahaan ingin capai. Tujuan perusahaan ini merupakan tujuan baik jangan pendek maupun jangka panjang. Agar suatu tujuan perusahaan dapat tercapai, maka tujuan tersebut harus mampu dikomunikasikan pada seluruh orang yang ada dalam perusahaan.

  1. Strategy as Patterns in Action
Setelah semua sudah direncanakan dengan baik, semua rencana tersebut tidak akan ada artinya apabila tidak diimplementasikan dengan baik dalam kehidupan nyata. Semua strategi yang sudah disusun harus dijalankan dalam rangka mencapai tujuan yang ingin perusahaan capai. 

Michael Porter 5 Forces (5 tekanan pasar)


Dalam alat analisa di atas, ada 5 aspek yang harus kita pertimbangkan untuk menentukan bagaimana posisi kita di dalam suatu industri. Dan kita ingin menentukan apa saja kesempatan yang kita miliki untuk dimaksimalkan dan apa saja ancama-ancaman yang kita miliki untuk diminimalisir.

  1. PESAING
Untuk mengetahui posisi kita di dalam suatu industri, kita harus mengetahui siapa saja pesaing kita dalam dunia usaha. Kita harus mengetahui berapa banyak pemain usaha yang berada dalam industri yang sama dengan kita. Serta kita harus melihat bagaimana kita berinteraksi dengan para pesaing kita agar kita mampu mencapai tujuan perusahaan.

  1. HAMBATAN MASUK KE PASAR
Kita harus mengetahui bagaimana industri tersebut membatasi pemain baru untuk keluar masuk pasar. Jika memang mudah untuk keluar masuk pasar, maka kita harus menyusun strategi yang berbeda dibandingkan jika kita bermain di pasar yang memang memiliki peraturan yang ketat jika ingin keluar masuk pasar.

  1. PELANGGAN
Kita harus melihat siapa pelanggan kita dan bagaimana kekuatan dari pelanggan kita. Jika pemain dalam pasar hanya sedikit, maka bargaining power dari pelanggan terhadap kita sangatlah lemah. Namun jika pemain dalam pasar banyak, maka bargaining power dari pelanggan sangatlah tinggi sehingga kita harus hati-hati dalam bertindak kepada konsumen agar mereka tidak beralih dari kita.

  1. PEMASOK
Jika kita lihat bahwa supplier memegang peranan yang sangat penting bagi perusahaan, dengan adanya supplier maka perusahaan mampu menjalankan usahanya, terutama bagi perusahaan manufaktur. Jika kita lihat bahwa apabila bargaining power supplier besar, maka perusahaan kita harus berhati-hati agar supplier tadi tidak beralih untuk menjadi pemasok di perusahaan pesaing kita.

  1. SUBSTITUSI PRODUK
Semakin banyak substitusi produk dari barang yang kita jual, maka persaingan akan semakin ketat. Maka dari itu perusahaan harus mampu bersaing menghasilkan produk dengan kualitas terbaik yang dimilikinya. Dengan memiliki produk dengan kualitas yang baik, maka perusahaan akan mampu mencapai tujuan perusahaannya.

Dengan analisis kelima komponen diatas, dapat kita simpulkan bahwa berbagai kesempatan dan juga ancaman yang dihadapi perusahaan akan mudah terlihat dari hasil analisis tersebut. Dengan mengetahui apa saja kesempatan dan ancaman yang dimiliki oleh perusahaan, maka kita dapat menentukan strategi apa yang paling cocok untuk memaksimalkan kesempatan yang kita miliki dan meminimalkan ancaman-ancaman yang kita hadapi.

Sistem Pengendalian Diagnostik


1. Menggunakan Sistem Pengendalian Diagnostik Secara Efektif
Untuk menjalankan sistem pengendalian diagnostik secara efektif, para manajer harus memastikan bahwa mereka mencurahkan perhatian yang cukup pada 5 (lima) area, yaitu:

a.  Menetapkan dan Menegosiasikan Tujuan
    Sasaran kinerja adalah tanda resmi dari sistem pengendalian diagnostik. Sasaran kinerja sangat penting untuk implementasi strategi yang efektif karena sasaran kinerja mendefinisikan dimana subordinat seharusnya mencurahkan energinya. Para manajer harus memastikan secara personal bahwa sasarn tepat baik dalam tingkat petunjuk dan tingkat pencapaian.

b.  Menyeimbangkan Ukuran Kinerja
 Ukuran pengendalian diagnostik mendefinisikan rentang tanggung jawab. Oleh karena itu, jika para manajer berharap untuk bergantung kepada sistem pengendalian diagnostik untuk jaminan strategi berada pada jalur, mereka harus memastikan bahwa ukuran kinerja merefleksikan secara benar sasaran strategis dan prioritas.

c.   Mendesain Insentif 
Bonus, promosi dan kenaikan gaji dapat dijadikan kontingensi pada laporan kinerja dalam sistem pengendalian diagnostik. Ukuran kinerja dan formula diagnostik yang menghubungkan hadiah dengan hasil cukup untuk menjaga setiap orang fokus pada implementasi strategi.

d.  Meninjau Laporan Pengecualian
 Dengan sistem pengendalian diagnostik, para manajer dapat meninjau setiap bulan dan setiap triwulan laporan pengecualian segera setelah laporan tersebut dikelluarkan untuk mendapatkan kepercayaan bahwa implementasi strategi berada pada jalur.

e.   Menindaklanjuti Pengecualian yang Signifikan
Meskipun para manajer menggunakan sistem pengendalian diagnostik untuk menghemat perhatian, ketika suatu penyimpangan yang signifikan tampak, mereka harus menginisiasi tindakan secara cepat untuk mendapatkan segala hal kepada jalur.

Jumat, 15 Oktober 2010

Menguji Hubungan Multiple Balance Scorecard menjadi satu strategi


  1. Cause-and-effect Relationship
Sistem pengukuran yang baik harus membuat adanya hubungan antara goals dan pengukuran terukur secara eksplisit sehingga dapat diatur dan divalidasi. Rantai hubungan sebab akibat ini harus menggambarkan seluruh perspektif dari BSC.


  1. Performance Drivers
Sebuah BSC yang baik harus memiliki gabungan pengukuran outcome dan performance driver. Pengukuran outcome tanpa performance driver tidak bisa mengkomunikasikan bagaimana outcome itu bisa tercapai dan tidak bisa menampilkan peringatan awal apakah strategi yang direncakan telah di implementasikan dengan benar.


  1. Pengukuran strategi.
BSC adalah pelengkap bukan pengganti pengukuran kinerja dan sistem control lain dalam organisasi. Pengukuran dari BSC dipilih untuk mengarahkan perhatian manager dan pegawai ke factor-faktor dimana level kinerja lebih tinggi dapat dicapai untuk keunggulan kompetitif. 

Mengembangkan tujuan dan pengukuran untuk variabel proses kinerja internal.


Manager mengidentifikasi proses internal dimana seharusnya organisasi menerapkan strategi dengans empurna. Pengukur proses bisnis internal harus focus pada internal proses yang akan memberikan hasil terbaik pada kepuasan konsumen dan mencapai tujuan keuangan organisasi. Model Internal value chain menyediakan template kepada organisasi sehingga dapat dengan mudah merancang objectives and measurement dalam perspektif proses bisnis internal mereka. Terdapat 3 prinsip bisnis proses di dalam internal value chain yaitu proses inovasi, proses operasional, proses pelayanan setelah penjualan.

Proses inovasi. manager mencari kebutuhan konsumen lalu menciptakan produk baru yang memenuhi kebutuhan. Perusahaan mengidentifikasikan pasar baru, konsumen barud an kebutuhan dari konsumen yang sudah ada. Lalu perusahaan menciptakan dan mengembangkan produk baru yang dapat dicapai konsumen. Manager harus melakukan penelitian pasar untuk mengidentifikasi ukuran pasar dan nature dari kecenderungan konsumen dan sensitifitas harga.

        Proses operasional. Operasional bermula dari menerima pemesanan dari konsumen dan    menyelesaikan dengan mengantarkan barang kepada konsumen. Proses ini menekankan pada efisiensi, konsistensi, dan waktu pengantaran produk kepada konsumen yang sudah ada. Dewasa ini, kesempurnaan operasional dan pengurangan biaya merupakan tujuan yang penting. Dahulu proses operasional telah di awasi dan di control oleh pengukuran keuangan seperti standart cost. Seiring berjalannya waktu, pengukuran berfokus pada efisiensi pekerja, efisiensi mesin, dan purchase price variance yang terkadang mengarahkan kepada kesalahan. 

Corporate Performance from the Perspective of Financial Markets.



Dari cara pandang para pemegang saham, kinerja perusahaan terlihat dari kenaikan nilai moneter dan financial return dari investasi mereka dan ini dapat di ukur berdasarkan perubahan harga saham tiap harinya. Manager harus memastikan kalau financial returns yang diciptakan oleh keuntungan yang berkelanjutan pada bisnis mereka telah memenuhi ekpektasi pemilik dan pemilik yang potensial. Untuk menguji value yang diciptakan, manager harus mengawasi 4 financial measure:

a.       Profit. Profit mengukur seberapa banyak pendapatan yang diterima dari pelanggan untuk barang dan jasa  yang tersedia untuk diinvestasikan lagi.
Accounting profit: revenue for period – expense for period
b.      Return on investment. ROI mmenghitung investasi yang dibuat oleh pemilik untuk mendukung profit sehingga semakin tinggi tingkatan profit  dalam level investasi yang dapat di ekspektasikan untuk menghasilkan financial return dan menaikkan nilai pasar.
ROI= Accounting profit / investment in business
Dalam merancang pengukuran ROI atau ROCE manager harus membuat 2 keputusan. Pertama, mereka harus menentukan akun apa dari balance sheet untuk dimasukkan kedalam bagian asset. Kedua, keputusan dari metode penilaian untuk asset yang terdepresiasi. Haruslah berhati-hati dalam menterjemahkan rasio yang bergantung pada data balance sheet.
c.       Residual income. Mengukur pembuatan nilai dnegan mempertimbangkan seberapa banyak profit investor yang diharapkan untuk dikumpulkan. Selain itu residual income mengukur seberapa banyak tambahan profit untuk (1) investasi bisnis atau (2) pembagian kepada pemilik setelah ROI. Residual income dikenal sebagai economic value added.
d.      Market value. Adalah harga dimana saham perusahaan didagangkan di pasar terbuka. Market value merupakan penghitungan dari value creation karena hal ini menampilkan nilai dari hak kepemilikan. Market value berfluktuasi sesuai dengan persepsi investor.
Total market value= number of ownership shares outstanding/ price per share

Transfer pricing effects and trade-offs
Manager di level yang berbeda seringkali mencoba untuk mencapai tujuan yang berbeda melalui kebijakan transfer harga mereka. Seperti contoh:
-          Corporate manager: mendorong manager divisi untuk membuat keputusan yang memaksimalkan profitabilitas jangka panjang perusahaan dan menyediakan informasi sehingga manajer dapat membuat keputusan jangka panjang dan pendek
-          Division manager: menampilkan kinerja finansial divisi mereka dan mencerminkan hasil dari keputusan bisnis yang bagus didalam divisi.
-          Financial staffs: transfer price diharapkan tetap sederhana dan dapat dipercaya juga mudah digunakan dan dijelaskan.

Walaupun profit perusahaan sama, metode harga transfer yang berbeda mengalokasikan jumlah profit yang berbeda antara divisi penjual dan pembeli. Kasus-kasus dapat terjadi ketika produk ditransfer antar divisi di satu perusahaan namun berbeda negara. Manager harus memastikan transfer price mereka tetap mencerminkan nilai yang telah diciptakan oleh setiap bisnis unit di negara berbeda. Sebenarnya transfer pricing bukanlah masalah serius selama manager awas terhadap distorsi dan efek insentif.  

harga transfer menggunakan biaya internal (transfer prices using internal cost data)


Ketika market price tidak tersedia, manager harus bergantung pada penghitungan akuntansi internal untuk menentukan harga. Transfer dari divisi berbeda bisa menggunakan harga:

  1. Variable cost. Variable cost dari manufaktur adalah harga dasar transfer yang terendah karena biayanya dapat diketahui dengan mudah. Variable cost biasanya terdiri dari biaya material, pekerja, dan biaya langsung lainnya. Downstream division menerima barang dengan harga dibawah harga pasar.
- Keuntungan dari variable cost: mudah dan mengizinkan analisis marginal-cost decision
- Kelemahan dari variable cost: memindahkan profit dari divisi yang menjual ke divisi yang membeli, membatasi profit yang dapat dihasilkan, dan upstream division menolak untuk menjual kepada downstream division dengan alasan menjual ke pihak lain dengan profit yang sudah ditetapkan

  1. Full cost. Yang termasuk dalam harga yang berdasarkan full cost adalah biaya langsung ditambah dengan biaya alokasi overhead divisi tersebut yang biasanya ditutupi oleh gross profit margin. Full cost biasanya dihitung menggunakan standard cost bukannya actual cost untuk mengeliminasi kemungkinan inefisiensi yang terjadi selama proses. Full cost harga transfer full cost biasanya lumayan sering digunakan.
-          Keuntungan dari full cost: membuat upstream division untuk menutupi seluruh biayanya dan membuat manager berinsentif untuk mengawasi biaya divisi.
-          Kelemahan dari full cost: tidak akurat dalam mengalokasikan internal cost-accounting, mengurangi keuntungan perusahaan, dan upstream division mungkin menolak untuk menjual ke downstream division karena bisa menjual dengan harga lebih ke pihak ketiga

  1. Full cost plus profit. Upstream division tidak hanya menutup biaya langsung dan overhead tetapi juga profit didalam penjualannya. Upstream dan downstream division dapat berbagi profit akhir dalam penjualan barang dengan pembagian berdasarkan nilai yang ada di barang tersebut.
-          Keuntungan dari full cost plus profit: harganya meniru harga pasar
-          Kelemahan dari full cost plus profit: downstream division mempunyai hak untuk menolak transfer dalam perusahaan dan membeli dari pemasok diluar sehingga downstream division menghasilakn biaya lebih besar dibandingkan nilai dari produksi tsb

  1. Negotiated price. Manager sering memilih untuk bernegosiasi diantara mereka untuk menentukan harga transfer yang memuaskan. Negotiated price biasanya berdasarkan biaya langsung ditambah jaminan untuk profit atau ROCE.
-          Keuntungan dari negotiated price: keadilan diantara para manager yang bernegosiasi
-          Kelemahan dari negotiated price: memakan waktu, profit dan evaluasi kinerja dapat terdapat bias dari kemampuan manager bernegosiasi
Divis penjual tidak akan menderita tidak mempunyai pendapatan sebagai hasil transfer internal dan divisi yang membeli akan menyadari cost benefit mendapatkan sumberdaya secara internal dibandingkan diluar. Pendekatan ini sangat jarang dilakukan.

  1. Activity-based transfer pricing. Pendekatan ini dilakukan untuk mengembangkan harga transfer yang lebih akurat. Selain itu, standart biaya yang berbeda dipersiapkan untuk 4 kategori biaya yang berbeda yaitu unit-based cost, batch-level cost, product-based cost, dan plant-level cost. Harga transfer menggunakan 2 pendekatan berbeda. Pertama,biaya unit and batch level didasarkan pada volume unit sedangkan product based dan plant level cost di dasarkan oleh level kegunaan yang tercermin di profit plan dan budget.
-          Keuntungan dari activity-based price: menyediakan pengukuran yang lebih akurat, memisahkan keputusan jangka panjang dengan jangkan pendek
-          Kekurangan dari activity-based price: relative rumit dan bergantung pada keakuratan asumsi cost-driven dan ketersediaan data yang reliable.

Sumber strategic risk pada British Petroleum (BP)


Ditahun 2007, BP mengeluarkan laporan investigasi oleh Baker mengenai kejadian di tahun 2005 di Texas yang melukai 180 orang dan merenggut 15 korban jiwa. Dimana laporan ini berisi mengenai identifikasi kronologiskejadian yang mengindikasikan adanya regulasi pengukuran keamanan yang buruk.


Sumber strategic risk.
  1. Operations risk
Konsekuensi dari adanya breakdown di dalam operasi, manufaktur, dan kapabilitas pemrosesan. Perusahaan ini juga menghadapi adanya risiko operasi. Pada kasus ini, BP tidak melakukan maintenance dengan baik sehingga mengakibatkan adanya kerusakan baik mesin maupun kondisi tempat kerja yang semakin kurang mendukung. Seperti sudah dirangkum di atas, alarm yang tidak dibetulkan, kemudian juga bohlam lampu yang pecah, keretakan tempat kerja, pipa yang sudah tipis kemudian tidak diganti,dan masih banyak hal lain. Walaupun tidak berefek langsung terhadap nilai produksi, tapi justru kerusakan hal tersebut bisa membawa pada kerugian besar misalnya kebakaran ataupun pekerja yang terbunuh sehingga mempengaruhi produksi perusahaan dan nama baik perusahaan dalam jangka panjang. Secara kualitas, produk yang dihasilkan oleh BP tidak mendapat masalah yang signifikan mengingat BP memiliki tim riset yang sangat baik dengan biaya yang cukup tinggi serta eksplorasi banyak sumur minyak baru sehingga bisa terus meningkatkan produksi barrel BP itu sendiri.
Operation risk bisa membawa bisnis ke ranah hukum (dituntut), maupun mengakibatkan hilangnya kepercayaan konsumen yang kemudian pada akhirnya bisa berdampak pada keputusan investor karena secara mudah bisa di artikan bahwa tujuan utama perusahaan berdiri adalah mendapatkan keuntungan dari konsumen. Bila konsumen sudah tidak percaya, akan sulit bagi perusahaan untuk mengenerate cash sehingga pada akhirnya profit terus menurun dan investor bisa menarik investasinya.
Selain itu, keputusan akuisisi yang dilakukan oleh BP justru malah membuat pemotongan fixed cost sebesar 25% yang berakibat pada adanya penghematan biaya serta didukung oleh kurangnya supervisi atau pengawasan manajemen, otomatis meningkatkan operation risk secara signifikan. 

THE CULTURE OF RISK


THE CULTURE OF RISK :
Texas city oil refinery adalah tempat penyulingan minyak yang telah ada selama 70 tahun dan  terbesar ke tiga di Amerika Serikat. Tempat ini menjadi asset British Petroleum (BP) sejak adanya akuisisi perusahaan minyak amerika yaitu Amoco. Atas kecelakaan di tahun 2005 yang terjadi, ternyata itu bukanlah kejadian pertama yang dialami oleh BP itu sendiri. Direktur tempat penyulingan tersebut mendeskripsikan bahwa telah terjadi 23 kecelakaan selama 30 tahun terakhir. Sejak tahun 2002 semenjak ia menjabat menjadi direktur, ada kira-kira 1 kebakaran dalam seminggu, 50-80 kejadian pertahun, dan ia bingung mengapa para pekerja tetap saja datang bekerja walaupun mereka tahu jelas ada risiko mereka tidak pulang kerumah.

Di tahun 2004, ada konsultan independent yang berkata bahwa ditemukan banyak bukti dimana keamanan di BP di kompromikan dengan penghematan biaya ataupun para pekerja tidak mengikuti prosedur yang distandarisasikan. Misalnya, alarm yang rusak, pipa yang sudah tipis, bangunan yang mulai retak, lampu pecah, dan para pakerja yang mendapatkan tekanan sehingga tidak melaporkan kecelakaan yang dialami dan safety violation lainnya.

Telos berkata bahwa walaupun ada niat untuk memaintain  lingkungan kerja yang aman, tapi nyatanya realita berbeda dengan keinginan. Akibat adanya banyak risiko, manajemen berusaha untuk berubah tapi sayangnya rencana ini gagal karena perhatian manajemen kembali kepada profit dan efisiensi.  Para pekerja BP merasa manajemen tidak menepati janji dalam hal membuat para pekerja merasa aman. 

Sejarah British Petroleum


Perusahaan yang bergerak di bidangn perminyakan yang di dirikan tahun 1908 sebagai Anglo-Persian Oil Company dan pada awalnya hanya memiliki satu sumur di daerah terpencil di Persia setelah pencarian selama 8 tahun. Pada akhirnya kemudian berkembang menjadi perusahaan terbesar di Inggris dan menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Mempekerjakan lebih dari 100.000 orang di lebih dari 100 negara.

Industri ini, sebenarnya selalu menghadapi resiko yang besar, karena biasanya terletak di negara yang secara politik dan sosial, tidak stabil. Akhirnya BP merasa bahwa bisnis ini tidak bisa hanya fokus pada minyak saja, karena secara jangka panjang kurang baik. Maka dari itu BP berusaha untuk menekan kerugian dengan mengeluarkan uang yang banyak untuk mengeksplorasi cadangan minyak baru, pengolahan minyak serta pendistribusian minyak, dan juga mendiversifikasi ke teknologi generasi energi yang terbaharui. 

Oil Refining and Marketing
Mengubah dari minyak mentah ke bensin, kerosin, oli mesin dan lain-lain yang dijual dengan jaringan distribusi di lebih dari 25.000 pom bensin atau penjual lainnya. Bagian ini adalah bagian yang cukup kompleks dan butuh permodalan yang cukup tinggi.

Gas, Power, and Renewables
Di tahun 2005, telah berhasil meluncurkan inisiatif low carbon energy. Selain itu di tahun 2006, BP mengklaim dirinya menjadi world leader di dalam generasi energi matahari, angin dan gas bumi ditambah dengan rencana baru mengenai riset R&D hidrogen.